Lila dan Sup Ajaib


Di taman tempat sinar matahari memakai topi dan hujan bermain lompat tali, hiduplah tupai kecil bernama Lila. Kakinya selalu berdebu karena menggali biji-biji istimewa, dan ekornya tak pernah diam. Makanan favoritnya adalah sup bulan—kuah berkilau dari embun dan kelopak bunga, disajikan di cangkang kenari. Tapi Lila sering lupa satu hal: cuci tangan!

Suatu siang, Lila pulang setelah mengubur biji ekor biru langka. Tangannya kotor oleh tanah dan serbuk sari ajaib. Lapar, ia langsung menyendok supnya. Tapi sup itu jadi pahit, seperti air lumpur! Kilaunya hilang, dan kelopak bunganya layu. Lila mengaduk-aduk, tapi sup hanya menggelegak kesal.

Sorenya, temannya Landi (landak rapi berkacamata) membawa kue madu. Lila menyambar dengan tangan kotor—blup! Kuenya mengeras seperti batu. Landi mengernyit. “Aneh… kueku tak pernah begini,” katanya. Lila sedih. Apa karena tangannya?

Malam itu, Lila bermimpi bertemu makhluk kecil bersinar—“peri sabun”—yang menari di sungai berbusa. “Coba air bernyanyi!” katanya sebelum menghilang. Paginya, Lila lari ke pohon buah sabun, menggosok tangannya dengan getahnya yang berdesis, lalu membilas di sungai yang tertawa renyah.

Saat makan siang, ia cicipi sup pelan-pelan. Kring! Supnya berkilau lagi, berputar warna-warni. Kelopak bunga mekar seperti payung kecil, dan sup itu bersenandung—lagu yang rasanya seperti matahari dan bunga apel. Kue Landi pun kembali lembut, dan mereka menikmatinya sambil menunggu jam dandelion berdentang.

Sekarang, Lila masih suka menggali biji… tapi sebelum makan, ia selalu mampir ke pohon sabun. Kalau kamu dengar baik-baik, sungai itu terkikik setiap membantu Lila cuci tangan—siap menyambut semangkuk sup ajaib lagi.

Lila dan Sup Ajaib | Narra Kids