Keong Emas


Di jantung Kerajaan Daha yang makmur, dua putri bagaikan permata kembar menghiasi istana. Candra Kirana, dengan kecantikannya yang lembut seperti rembulan purnama, dan Dewi Galuh, yang memancarkan pesona bagai mentari pagi. Keduanya hidup dalam limpahan kasih sayang dan kemewahan, tak kurang suatu apapun.

Namun, kebahagiaan itu terusik ketika Pangeran Raden Inu Kertapati, seorang pemuda gagah dari Kerajaan Kahuripan, datang berkunjung.

Kedatangannya membawa angin segar, tetapi juga bibit perselisihan. Sang pangeran datang bukan untuk sekadar bertamu, melainkan untuk meminang Candra Kirana, sang putri sulung, sebagai pendamping hidupnya. Raja Kertamarta menyambut lamaran itu dengan sukacita, melihat keserasian antara kedua kerajaan dan kebahagiaan putrinya. Pertunangan pun diumumkan, disambut gegap gempita oleh seluruh Daha.

Di balik senyum palsu, Dewi Galuh memendam bara iri di dalam hatinya. Ia merasa, dirinyalah yang lebih pantas bersanding dengan Raden Inu. Obsesi itu meracuninya, mengubah kecantikan lahiriahnya menjadi topeng bagi jiwa yang dipenuhi dengki.

Dalam kegelapan malam, Dewi Galuh menyelinap menuju gubuk Nenek Sihir di ujung hutan, mencari jalan pintas untuk mewujudkan ambisinya.

Dengan janji dan iming-iming, Dewi Galuh membujuk Nenek Sihir untuk melenyapkan Candra Kirana. Permintaannya keji: mengubah sang kakak menjadi makhluk hina dan menjauhkannya dari Raden Inu.

Nenek Sihir, dengan mata tuanya yang menyimpan rahasia kelam, menyetujui permintaan itu. Kekuatan jahatnya melesat, mengubah Candra Kirana menjadi Keong Emas yang berkilauan, lalu membuangnya ke aliran sungai yang berliku.

Waktu berlalu. Seorang nenek renta, dengan keranjang anyaman bambu di punggung, menyusuri tepian sungai mencari rezeki. Jaringnya yang lusuh menyentuh dasar sungai, dan tarikannya kali ini terasa berbeda.

Di antara lumut dan kerikil, ia menemukan Keong Emas yang memancarkan cahaya keemasan redup. Terpesona oleh keindahannya, nenek itu membawanya pulang, meletakkannya dengan hati-hati di dalam tempayan tanah liat di dapur sederhananya.

Keesokan harinya, nenek itu kembali ke sungai. Berjam-jam ia menjala, namun tak seekor ikan pun tertangkap. Dengan langkah gontai, ia kembali ke gubuknya, diliputi rasa kecewa dan lapar. Namun, alangkah terkejutnya ia!

Di atas meja kayu reyot, terhidang masakan lezat dengan aroma yang menggugah selera. Nenek itu terheran-heran, bertanya-tanya siapakah gerangan yang telah mengirimkan makanan itu.

Kejadian itu berulang setiap hari. Nenek itu pergi mencari ikan dengan tangan hampa, tetapi selalu kembali ke rumah yang dipenuhi hidangan lezat. Rasa penasaran membuncah. Ia memutuskan untuk mengintip, mencari tahu misteri di balik keajaiban itu.

Pada suatu pagi, nenek itu berpura-pura pergi ke sungai seperti biasa. Namun, ia bersembunyi di balik rimbunnya pepohonan di belakang gubuknya. Matanya memicing, mengamati dengan seksama. Tak lama kemudian, ia menyaksikan pemandangan yang membuatnya terpana.

Keong Emas di dalam tempayan berubah wujud menjadi seorang gadis cantik jelita. Dengan cekatan, gadis itu memasak dan menyiapkan hidangan di atas meja. Nenek itu tak tahan lagi. Ia memberanikan diri mendekat dan menyapa sang putri misterius. "Siapakah gerangan dirimu, putri cantik? Dari manakah asalmu?"

Dengan suara lirih, gadis itu menjawab, "Aku adalah putri Kerajaan Daha, Candra Kirana, yang disihir menjadi Keong Emas oleh seorang nenek sihir utusan saudaraku, Dewi Galuh, karena iri kepadaku." Selesai menjawab, Candra Kirana kembali berubah menjadi Keong Emas, meninggalkan nenek itu dalam kebingungan dan rasa iba yang mendalam.

Sementara itu, Pangeran Raden Inu Kertapati tak menyerah mencari Candra Kirana. Ia menyamar sebagai rakyat jelata, berkelana dari desa ke desa, menanyakan keberadaan tunangannya. Nenek Sihir, yang mengetahui niat sang pangeran, mengubah dirinya menjadi burung gagak hitam yang bisa berbicara, berusaha menyesatkannya.

Raden Inu Kertapati terkejut melihat gagak yang bisa berbicara dan mengetahui tujuannya. Ia mengira burung itu sakti dan menuruti arahannya, tanpa menyadari bahwa ia sedang digiring menuju jalan yang salah.

Di tengah perjalanan yang menyesatkan, Raden Inu bertemu dengan seorang kakek tua yang kelaparan. Dengan tulus, ia memberikan sebagian bekal makanannya kepada kakek itu. Tanpa disangka, kakek itu adalah seorang pertapa sakti yang baik hati. Ia menolong Raden Inu dari tipu daya burung gagak.

Sang kakek memukul burung gagak itu dengan tongkatnya, dan seketika burung itu berubah menjadi kepulan asap dan menghilang. Kemudian, kakek itu memberitahu Raden Inu tentang keberadaan Candra Kirana dan menyuruhnya pergi ke Desa Dadapan. Setelah berhari-hari berjalan, Raden Inu tiba di Desa Dadapan. Ia menghampiri sebuah gubuk reyot untuk meminta seteguk air karena perbekalannya telah habis. Alangkah terkejutnya ia ketika melihat Candra Kirana sedang memasak di balik jendela gubuk itu!

Pertemuan itu memecah mantra jahat Nenek Sihir. Candra Kirana kembali menjadi putri cantik seperti sedia kala. Raden Inu segera membawa tunangannya beserta nenek yang baik hati itu kembali ke istana.

Di hadapan Baginda Kertamarta, Candra Kirana menceritakan perbuatan jahat Dewi Galuh.

Baginda Kertamarta murka. Ia meminta maaf kepada Candra Kirana atas apa yang telah menimpanya. Dewi Galuh, yang ketakutan akan hukuman, melarikan diri ke dalam hutan belantara.

Pernikahan Candra Kirana dan Raden Inu Kertapati pun dilangsungkan dengan pesta yang meriah. Akhirnya, mereka hidup bahagia selamanya, memimpin Kerajaan Daha dengan bijaksana dan penuh kasih sayang.

Keong Emas | Narra Kids