Kancil dan Jembatan Daun Pisang

Di sebuah desa kecil di antara sawah hijau dan pohon kelapa, hiduplah seekor kancil bernama Kiki. Kiki dikenal gesit dan pintar, tapi seringkali ia lebih suka menyendiri. "Aku bisa urus semuanya sendiri!" katanya sambil melompati parit di belakang rumah.

Suatu sore, hujan lebat membuat sungai meluap. Air deras menghanyutkan jembatan bambu yang biasa dipakai warga. Kiki melihat Ibu Monyet kebingungan menggendong bayi, Pak Kura-kura tak bisa menyeberang, dan keluarga Bebek terpisah. Tapi Kiki hanya mengangkat bahu, "Ah, mereka pasti bisa cari jalan lain."

Keesokan pagi, Kiki ingin ke seberang sungai untuk mengambil mangga ranum. Tapi tanpa jembatan, arus sungai terlalu deras. Ia mencoba melompat, tapi hampir terseret air. "Aduh... bagaimana ini?" Tiba-tiba, seekor kukang bernama Kaka muncul dari pepohonan. "Aku punya ide," katanya pelan.
Kaka meminta Kiki mengumpulkan daun pisang besar dan rotan. Dengan sabar, Kaka menganyam daun-daun itu menjadi rakit sederhana. Kiki, yang awalnya kesal harus bekerja sama, perlahan terpana melihat keahlian Kaka. "Kamu jago sekali!"

Saat rakit selesai, mereka berdua menyeberang. Kiki mengambil mangga, lalu tanpa diminta, ia membantu Kaka mengantarkan buah ke sarangnya di pohon tinggi. Keesokan hari, mereka bersama-sama memperbaiki jembatan bambu warga. Ibu Monyet memberikan mereka kelapa muda, dan Pak Kura-kura tersenyum: "Kekuatan terbesar ada di tangan yang saling memegang."