Antrian Es Krim Ajaib

Di padang rumput ramai di mana kunang-kunang menggantung lentera di antara ilalang, ada gerobak es krim ajaib milik Kura-kura Frost. Es krimnya punya rasa seperti “Bunga Matahari” dan “Marshmallow Lembut,” tapi ada rahasianya: es krim hanya bersinar jika antri dengan sabar.

Pippa, tupai berekor gelisah, benci mengantri. Ia suka menyelak, menyusup di antara kaki-kaki, bahkan sekali waktu berdiri di cangkang siput untuk menyerobot. Tapi setiap kali buru-buru, es krimnya jadi menggumpal dan abu-abu, meleleh sebelum sempat dijilat. “Jahat banget!” protesnya, tapi Kura-kura Frost hanya ketuk cangkangnya, “Antrian itu bagian dari resep, Nak.”

Suatu siang terik, antrian mengular panjang. Pippa mengeluh. Tapi tiba-tiba ia lihat sesuatu aneh—antrian tak hanya diam. Kupu-kupu hinggap di bahu, memberi teka-teki. Kepik main juggling kerikil untuk yang bertepuk tangan. Bahkan tanah di bawah kaki terasa empuk seperti awan.

Pippa nekat menyerobot. Tapi saat sampai depan, sendok es krim Frost membeku di udara. “Lho-lho,” Kura-kura menggeleng. Antrian… mundur! Pippa terpelanting ke ujung. Kesal, ia duduk—sampai seekor ulat bertopi tawari kipas daun. Mereka ngobrol soal bentuk awan, dan Pippa tak sadar waktu berlalu.

Saat gilirannya tiba, Frost memberinya kerucut es krim bercahaya. “Rasa Symphoni Beri Tengah Malam,” katanya. Saat dijilat, rasanya berputar—manis, segar, dan ada sedikit rasa bintang. Di sekelilingnya, es krim anak-anak yang sabar ada yang berdengung atau berganti warna. Ekor Pippa tak lagi gelisah. Baru kali ini ia merasakan keajaiban selezat ini.
Sekarang, Pippa masih supa gugup… tapi tak lagi benci antri. Soalnya, siapa tahu keajaiban apa yang terjadi antara “Aku mau!” dan “Terima kasih!”?